Ketinggian air Sungai Amazon di jantung hutan hujan Brasil turun ke level terendah dalam lebih dari seabad terakhir pada Senin (16/10/2023).
Kondisi ini terjadi seiring dengan rekor kekeringan yang mengganggu kehidupan ratusan ribu orang dan merusak ekosistem hutan di Brasil. Sebagaimana diberitakan Reuters, anak-anak Sungai Amazon yang mengering dengan cepat di Amazon telah membuat kapal-kapal terdampar, memotong pasokan makanan dan air ke desa-desa terpencil.
Pelabuhan Manaus, kota terpadat di kawasan ini, yang terletak di pertemuan Rio Negro dan Sungai Amazon, mencatat ketinggian air 13,59 meter pada Senin dibandingkan dengan 17,60 meter setahun yang lalu, menurut situs webnya.
Ini merupakan level terendah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1902, melewati rekor terendah sepanjang masa yang terjadi pada 2010
Setelah berbulan-bulan tanpa hujan, penduduk desa hutan hujan Pedro Mendonca merasa lega ketika sebuah LSM Brasil mengirimkan pasokan ke komunitasnya di tepi sungai dekat Manaus akhir pekan lalu. “Sudah tiga bulan tanpa hujan di komunitas kami. Ini jauh lebih panas daripada kekeringan sebelumnya,” kata Mendonca, yang tinggal di Santa Helena do Ingles, sebelah barat Manaus, ibu kota negara bagian Amazonas. Berdasarkan pusat peringatan bencana Pemerintah Brasil, Cemaden, beberapa daerah di Amazon telah mengalami hujan paling sedikit dari bulan Juli hingga September sejak tahun 1980.
Kementerian Sains Brasil menyalahkan kekeringan tahun ini sebagai akibat dari fenomena iklim El Nino, yang mendorong pola cuaca ekstrem secara global. Dalam sebuah pernyataan awal bulan ini, Kementerian tersebut mengatakan bahwa mereka memperkirakan kekeringan akan berlangsung hingga setidaknya Desember, ketika efek El Nino diperkirakan akan mencapai puncaknya. Menurut badan pertahanan sipil di negara bagian Amazonas, di mana Manaus berada, kekeringan telah berdampak pada 481.000 orang pada Senin.
Para pekerja dari LSM Brasil Fundacao Amazonia Sustentavel (FAS) menyebar ke wilayah kering di dekat Manaus untuk mengantarkan makanan dan pasokan ke desa-desa yang rentan. Kekeringan telah mengancam akses mereka terhadap makanan, air minum dan obat-obatan, yang biasanya diangkut melalui sungai.
Nelson Mendonca, seorang tokoh masyarakat di Santa Helena do Ingles, mengatakan bahwa beberapa daerah masih dapat dijangkau dengan sampan, tetapi banyak perahu yang tidak dapat membawa pasokan di sepanjang sungai, sehingga sebagian besar barang tiba dengan traktor atau berjalan kaki. “Ini tidak terlalu baik bagi kami, karena kami praktis terisolasi,” katanya. Luciana Valentin, yang juga tinggal di Santa Helena do Ingles, mengatakan bahwa ia mengkhawatirkan kebersihan pasokan air setempat setelah kekeringan mengurangi tingkat air. “Anak-anak kami mengalami diare, muntah-muntah, dan sering demam karena air,” ungkap dia.