Seks di luar nikah dan perkawinan dini menjadi sebab utama angka perceraian anak usia sekolah. Selain dari pengaruh narkoba. Tiga faktor utama yang sangat lekat dengan remaja sekolah.
Kampanye tiga faktor ini sangat gencar dilakukan lembaga terkait. Tidak lain untuk penyiapan generasi mendatang.
Janda usia sekolah merupakan sebuah fenomena kekinian. Berdasarkan data angka perceraian di Indonesia oleh BKKBN, pada 2015 angka perceraian di Indonesia ada sebanyak 350.000. Kemudian pada 2018 meningkat menjadi 450.000 pasangan dan 2021 mencapai 580.000 ribu pasangan (1)
Data angka perceraian (databoks.co.id)
Secara umum, data yang tersaji menunjukan bahwa angka perceraian masih tinggi. Berdasarkan kelompok usia dalam data BPS, 2022 presentase rumah tangga menurut daerah tempat tinggal ditemukan bahwa rentang umur 10-24 tahun untuk perempuan pada tahun 2021 di perkotaan yang sudah menikah sebesar 4,64% dan bercerai 4,23 % sementara di pedesaan 24,78% (kawin) dan 20,06% cerai.
Dalam rentang usia tersebut menjukan bahwa kecenderungan bercerai memiliki presentase cukup tinggi. Hal ini memberikan pandangan bahwa angka pernikahan dini di Indonesia masih cukup tinggi walaupun sempat mengalami penurunan secara nasional akan tetapi secara daerah masih cukup tinggi. (3).
Pernikahan dini tentu membawa konsekuensi pada tata rencana kehidupan berkeluarga dalam menghadapi keberlangsungan membangun rumah tangga.
Janda usia dini merupakan salah satu fenomena bahwa memang kejadian ini banyak terjadi. Angka pasti belum terdata namun jika merujuk pada data BPS di atas maka fenomena ini cukup banyak terjadi.
Dimulai dari nikah dini. Saya sendiri entah sudah berapa banyak menemukan anak-anak usia sekolah yang terpaksa harus menikah karena “kecelakaan” akibat seks di luar nikah. Baik keluarga sendiri, teman dulu saat masa sekolah, dilingkunhan hingga beberapa kolega lain.
Pergaulan di masa sekolah serta tingginnya hasrat coba-coba disertai pengawasan yang lemah oleh orang tua menyebabkan ini kejadian seperti ini sering terjadi. Bahkan belakangan, di tingkat daerah pernikahan di usia atau dalam masa sekolah saangat tinggi. Sayangnya tak ada klasifikasi data pasti untuk kasus satu ini.
Sementara perceraian juga turut mengikuti. Di lingkungan saya, ada beberapa anak sekolah yang terpaksa menikah harus bercerai beberapa bulan hingga setahun kemudian utamanya di perkotaan. Bahkan “maaf” beberapa kali saya menemukan “janda” usia sekolah yang menjajakan diri pada pria hidung belang setelah bercerai.
Anak usia sekolah rentan pada pergaulan bebas. Seks, narkoba dan sisi negatif lain. Keterjerumurasan karen lemahnya pengawasan dan mawas diri tentu membawa konsekuensi seperti pernikahan dini.
Alhasil kesiapan kehidupan berkeluarga, pendidikan kespro tak dimiliki, finansial, kematian ibu dan bayi dan resiko paling melahirkan bayi stunting. Dalam keharmonisan rumah tangga, usia muda tentu rentan pada pertikaian karena kematangan emosi yang belum stabil, toksik, pertengkaran dan lain-lain. Ujung-ujungnya berakhir pada perceraian.
Berdasarkan penelitian, Badruzaman (2021), semakin muda usia seseorang melakukan pernikahan maka semakin tinggi tingkat perceraian. Lantaran Ketidak harmonisan dalam rumah tangga, Krisis moral dan akhlak, Perselingkuhan, Pernikahan tanpa rasa cinta. Pun dengan penelitian Munarwa et.,al (2021) penyebab perceraian pernikahan usia dini secara yuridis, psikologis dan sosiologis.